Tampilkan postingan dengan label etika bisnis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label etika bisnis. Tampilkan semua postingan

ETIKA BISNIS, SAAT MORAL JADI KEBUTUHAN
Deputi Bidang Pencegahan-KPK Waluyo bercerita di depan peserta workshop Etika Bisnis di Pertamina. Banyak perusahaan yang umurnya puluhan tahun bahkan ratusan tahun dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, dan pegawainya pun bangga karenanya, pelaksanaan etika bisnis dan Good Corporate Governancenya menjadi salah satu sustainable competitive advantage. Waluyo menyebut Shell, BP, GE, Johnson and Johnson, sebagai di antara perusahaan yang dimaksud.
Sebaliknya perusahaan-perusahaan besar banyak yang bangkrut atau sekadar ‘mati nggak, hidup pun ogah’ karena penerapan Good Corporate Governance (GCG) dan etika bisnis tidak konsisten.
“Lemahnya komitmen dan kepemimpinan dan tidak dipakainya instrumen di dalam penerapan etika bisnis,” kata Waluyo.
Kelemahan lain adalah dalam proses internalisasi code of conduct ke seluruh pegawai. Dalam bahasa Waluyo mereka mem-print code of conduct, lalu menempelkan di dinding (post), “Dan terakhir adalah pray, berdoa, ‘mudahmudahan pegawai saya membacanya,” Waluyo setengah bercanda.
Kesalahan lain adalah adanya intervensi dari beberapa pihak. “Nantinya seluruh BUMN itu free for doing leadership tanpa harus ada intervensi,” katanya.
Kalau seluruh BUMN bergerak ke arah corruption free menurut Waluyo sangat powerful karena ada 137 BUMN.
Waluyo memberikan batasan soal intervensi, bahwa sebuah korporasi akan maju dengan baik manakala dalam pengambilan keputusan tidak ada afiliasi yang meng-gantungi diri¬nya. “Saya melakukan ini for the best of the company,” ujar Waluyo mengumpamakan ujaran CEO BUMN.
Intervensi yang dimaksud tidak berkaitan dengan pihak penginter¬vensi dalam kapasitas pemegang saham. “Intervensi itu adalah intervensi yang sifatnya BOD tidak independen karena ada keterikatan power yang lain,” jelas Waluyo.
Apa kaitan satu sama lain antara korupsi, dilema etika, etika bisnis, dan Good Corporate Governance (GCG)?

Korupsi itu busuk; palsu; suap. Penyuapan; pemalsuan. Ini kalau menurut Kamus Bahasa Indonesia (1991). Kalau Kamus Hukum (2002) menyebutkan pengertian korpusi itu sebagai buruk; rusak; suka menerima uang sogok; menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara; menerima uang dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi.
Diartikan juga di Kamus Hukum itu bahwa korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Boleh cari definisi korupsi di The Lexion Webster Dictionary (1978). Di situ ada pengertian kebejatan; ketidakjujuran; tidak bermoral; penyimpangan dari kesucian.
Kalau Indonesia belakangan dikenal sebagai negara korup terkemuka di Asia, selain Filipina. Istilah korupsi itu berasal dari kata corruptio atau corruptus. Tentu bukan bahasa Indonesia atau bahasa Filipina. Atau bahasa Hongkong dan Singapura yang terkenal sarang korupsi sektor swasta. Corruptio adalah bahasa Latin yang berasal dari kata corrumpere, terakhir ini kata Latin yang lebih tua.
Bahasa Eropa ketiban tetesan bahasa tersebut. Lahirlan kata corruption, corrupt di Inggris; corruption (Perancis); corruptie, korruptie (Be-landa). Dari bahasa Belanda inilah konon kata itu turun ke bahasa Indonesia, yaitu korupsi.
Dalam bahasa hukum kita, korupsi adalah perbuatan secara melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau korporasi) yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara (UU No. 20 Tahun 2001).
Banyak item-item yang termasuk tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Tetapi agar tidak bingung mengategorikannya, maka agar suatu perbuatan dapat dianggap sebagai korupsi adalah:
(1) secara melawan hukum;
(2) memperkaya diri sendiri/orang lain;
(3) “dapat” merugikan keuangan/perekonomian negara.
Korupsi menurut buku kecil yang ditertibkan KPK Mengenali & Memberantas Korupsi sebenarnya tidak beda jauh dengan pencurian dan penggelapan. Hanya saja unsur-unsur pembentuknya lebih lengkap.
Kalau diumpamakan suatu wilayah, korupsi adalah wilayah hitam, yaitu wilayah yang secara etika jelas-jelas tidak diterima. Berhadapan dengan wilayah hitam adalah wilayah putih, yaitu wilayah yang secara etika dapat diterima.
Nah, di antara wilayah hitam dan putih itu ada wilayah abu-abu. Di situlah dilema etika berada. Korupsi, jelas tidak ada dilemanya, lha wong sudah jelas-jelas berstatus haram. Hukumnya jelas dan gampang dibedakan. Perbuatan itu dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat.
Tingkatan korupsi itu lebih tinggi daripada sekadar tindakan mencuri dan penggelapan. Kalau pencurian -- mengutip buku KPK yang mengutip Pasal 362 KUHP -- adalah perbuatan secara melawan hukum mengambil barang sebagian atau seluruhnya milik orang lain dengan maksud memiliki. Barang/hak yang berhasil dimiliki bisa diartikan sebagai keuntungan pelaku.
Sedangkan penggelapan -- masih menurut buku KPK (dikutip dari Pasal 372 KUHP) -- adalah pencurian barang/hak yang dipercaya-kan atau berada dalam kekuasaan si pelaku. Ada penyalahgunaan kewenangan atau kepercayaan oleh si pelaku.
Lalu wilayah abu-abu?
Kalau dalam suatu operasi perusahaan ditemukan praktek-praktek yang ‘rasa-rasanya’ tidak diterima etika, tetapi ‘kok menentukan kelancaran operasi perusahaan,’ itulah dilema etika.
Kalau tetap dilakukan ya itu sudah pelanggaran, seperti suap, uang pelicin, pungli, dan lain-lain. Tapi kalau tidak dilakukan operasi perusahaan bisa-bisa terganggu serius.
Itu daerah abu-abu!

Itulah sebab setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
Lho, kok, bisa begitu, ya?
Bukankah orang berdagang terbiasa melakukan kecurangan? Mengurangi timbangan atau takaran? Menipu dan memperdaya pembeli? Yang penting untung!
Terakhir ini di dunia bisnis ada pergeseran dari nilai intelektual ke emosional dan kemudian ke spiritual. Konsep GCG mencerminkan sekali praktek bisnis yang dilandasi sisi moral dan etika.
Dalam Webster’s New Collegiate Dictionary disebutkan, bahwa etika didefinisikan sebagai:
1. the discipline dealing with what is good and bad and with moral duty and obligation.
2. (a). set of moral principles and values, (b) theory or system of moral values, (c) the principles of conduct governing an individual or a group.
Intinya etika adalah prinsip-prinsip moral dan nilai, pembeda yang baik dan buruk.
Nah, kalau begitu mengapa orang melupakan prinsip bisnis yang dijalankan tokoh dunia yang namanya Muhammad bin Abdillah, sang Nabiyullah dan Rasulullah terakhir?
Yang diajarkan Muhammad Saw dalam berbisnis adalah nilai-nilai universal. (1) Siddiq (benar, dapat dipercaya); (2) Amanah (menepati janji); (3) Fathonah (memiliki wawasan luas); (4) Tabligh (berkomunikasi).
Seorang non muslim seperti Hermawan Kertajaya, yang kita kenal sebagai pakar marketing dari MarkPlus. “Bila ingin mempelajari prinsip dan etika bisnis, pelajarilah dari agama Islam dan juga Konfusius,” tuturnya seperti dikutip oleh sebuah situs.
Konfusius?
Sebagai seorang filsuf yang hidup sekitar tahun 500 SM, lanjut Hermawan Kertajaya yang juga keturunan Tionghoa ini, Konfusius adalah yang pertama yang berhasil menggabungkan berbagai keyakinan dari masyarakat Cina menjadi satu perangkat nilai luhur yang berdasarkan pada moralitas pribadi.
Konfusius mengajarkan moral, perilaku baik, kemanusiaan, terus belajar, dan menjaga keseimbangan.
Aa Gym dan Hermawan Kertajaya dalam bukunya Berbisnis dengan Hati menyebutkan definisi untung dalam bisnis adalah kalau bisnis menambah silaturahmi, menambah saudara. Juga kalau bisnis mendatangkan untung untuk orang banyak. Itulah untung.
KPK menjelaskan, nilai-nilai perusahaan merupakan landasan moral dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Ada visi-misi dulu, baru kita bicara nilai-nilai perusahan.
Nilai-nilai universal yang dimaksud adalah honesty (kejujuran), respect on the rule of law (taat asas/peraturan), trust (kepercayaan, dapat dipercaya), common sense (kepatutan dan ke-pantasan), serta menghargai HAM.
Etika bisnis sendiri merupakan bagian in-tegral dari nilai-nilai Good Corporate Governance (GCG). Nilai-nilai GCG itu hanya lima kaidah:
(1) Transparansi (Transparency);
(2) Akuntabilitas (Accountability);
(3) Responsibilitas (Responsibility);
(4) Independensi (Independency);
(5) Kesetaraan dan kewajaran (Fairness).
Kita sudah membahas soal pengertian GCG ini dalam segmen Mukadimah
Apa, sih, gunanya GCG?
Amerika Serikat harus melakukan restrukturisasi corporate governance sebagai akibat market crash pada tahun 1929. Bangkrutnya Enron, perusahaan besar di AS, belakangan ini juga akibat pelanggaran terhadap etika bisnis, yang notabene melanggar kaidah GCG.
Secara akademis orang menyebutkan kebutuhan GCG timbul berkaitan dengan prinsip agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agentnya.
Hal ini bisa dipahami, kalau melihat pengertian istilah GCG itu sendiri, yang merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan.
KPK bilang dalam situsnya, bahwa GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan, dan konsisten dengan peraturan dan perundang-undangan.
Masih menurut KPK, penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling ber-hubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator; dunia usaha sebagai pelaku pasar; dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha.
Dunia usaha berperan menerapkan GCG ini dengan antara lain menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha yang sehat, efisien, dan transparan.
Prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah GCG adalah etika bisnis itu sendiri. Jelas, korupsi sebagai tindakan melawan hukum yang merugikan perusahaan atau bahkan negara bertentangan sekali dengan kaidah-kaidah GCG.
Pertamina Clean adalah episode kesekian dari upaya Pertamina untuk menerapkan etika bisnis dalam keseharian operasinya. Beban sejarah masa lalu yang pahit yang pernah memberati pundak Pertamina terus dikubur dengan upaya membersihkan diri dari praktek-praktek korupsi, kolusi, dan konflik kepentingan.

sumber :http://www.pertamina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3111&Itemid=507

etika bisnis telkom

Etika Bisnis TELKOM

Etika bisnis TELKOM terdiri dari seperangkat Kebijakan Etika Kerja dan Etika Bisnis yang dirancang untuk mendukung pertumbuhan dan transformasi Perusahaan di masa depan.

Etika Bisnis TELKOM juga dikenal dengan The TELKOM Way (“TTW”) 135, mengandung beberapa unsur yang menjadi bagian dari setiap karyawan, seperti satu asumsi dasar, tiga nilai utama dan lima perilaku karyawan. Konsep dasar itu “Committed to You” (Committed 2 U). Sementara itu, ketiga nilai utama tersebut adalah: penghargaan konsumen, pelayanan yang unggul, dan sumber daya manusia yang kompeten. Lalu, kelima langkah perilaku: untuk memenangkan persaingan, menggapai tujuan, menyederhanakan, melibatkan setiap orang, kualitas dalam setiap pekerjaan, dan penghargaan terhadap pemenang. TTW 135 diharapkan akan menciptakan pengendalian kebudayaan yang efektif terhadap cara merasa, cara memandang, cara berpikir dan cara berperilaku, oleh seluruh karyawan TELKOM.

Etika Bisnis TELKOM terdiri dari beberapa ketentuan yang menetapkan setiap karyawan untuk menjaga sikap professional, jujur, adil dan konsisten sesuai praktik bisnis dengan seluruh stakeholder (pelanggan, mitra bisnis, pemegang saham, kompetitor serta masyarakat). Etika Bisnis TELKOM juga menekankan komitmen untuk mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku. Sebagai badan usaha milik negara dan flagship dalam bisnis informasi dan komunikasi di Indonesia, TELKOM harus menjaga hubungan yang transparan dan konstruktif dengan pemerintah sebagai pengatur dan pemegang saham mayoritas Perusahaan. Hal ini penting dalam upaya menghindari konflik kepentingan dan untuk melindungi pemegang saham minoritas.

Untuk menegakkan penerapan Etika Bisnis TELKOM, manajemen senantiasa berupaya untuk meningkatkan pemahaman karyawan mengenai pentingnya praktik-praktik etika bisnis. Hal itu dilakukan melalui proses Silaturahmi Patriot 135 yang diselenggarakan setiap hari Rabu selama 30 menit yang dipimpin dan diawasi oleh tiap kepala unit dan dilaporkan kepada Direktorat Human Capital & General Affair pada tanggal 5 setiap bulannya. Selain etika bisnis di atas, TELKOM juga menerapkan sejumlah kebijakan untuk meminimalisir risiko dari kesepakatan yang tidak wajar dan fraud melalui penerbitan peraturan yang melarang gratifikasi, kebijakan whistleblower dan kebijakan anti-fraud.

KEBIJAKAN LARANGAN GRATIFIKASI
TELKOM telah menerapkan kebijakan yang berlaku bagi seluruh karyawan dan termasuk manajemen yang melarang pemberian atau penerimaan uang, barang, fasilitas atau pemberian dalam bentuk apapun yang tidak patut, termasuk parsel kepada atau dari pejabat pemerintah, rekanan kerja, mitra bisnis atau pihak lain yang dapat mempengaruhi tugasnya sebagai pejabat senior maupun sebagai seorang karyawan TELKOM.

KEBIJAKAN DAN PROSEDUR PELAPORAN (WHISTLEBLOWER)
Dalam upaya menerapkan GCG dan nilai-nilai perusahaan serta untuk mematuhi ketentuan Section 404 dalam SOA, TELKOM telah menerapkan kebijakan dan prosedur pelaporan yang mencakup cara menampung dan menangani pengaduan dalam rangka membangun perusahaan yang lebih transparan dan profesional.

Ketentuan SOA Section 404 telah merombak pengendalian internal atas pelaporan keuangan dengan menggunakan Committee of Sponsoring Organization (“COSO”) framework yang mencakup pengendalian pada tingkat transaksi dan tingkat entitas. Komite Audit sebagai salah satu unsur pengendalian internal diwajibkan untuk menyelenggarakan kebijakan dan prosedur whistleblower untuk menerima, menelaah dan menindaklanjuti pengaduan terutama yang disampaikan oleh para karyawan Perusahaan.

Kebijakan Anti-Fraud
Direksi berkomitmen untuk mencegah terjadinya penyimpangan melalui struktur pengelolaan secara terpadu dan pengendalian internal yang efektif mulai dari level entitas hingga proses transaksional. Manajemen secara rutin melakukan upaya bersama dengan unit-unit bisnis untuk meminimalisir risiko penyimpangan dan secara berkesinambungan memperbaiki kebijakan yang tengah berlangsung dan proses bisnis.

Dimuat pada tanggal 29 Mei, 2009
Sumber: Laporan Tahunan TELKOM 2008 (disampaikan kepada Bapepam-LK pada tanggal 11 Mei 2009)

Sumber :
http://www.telkom.co.id/hubungan-investor/tata-kelola-perusahaan/etika-bisnis-telkom/

etika bisnis mandiri

JASA PENULISAN SKRIPSI DISYUKURI ATAU DIKUTUK?
Jasa konsultasi skripsi sekarang ini semakin banyak. awalnya jasa semacam itu diberikan secara perseorangan dan tertutup hanya antara teman. Layanan meningkatkan menjadi jasa pemprosesan data statistik dengan program computer. Kemudian meningkat menjadi jasa menginterprestasi,menuliskan hasil. Semakin lama, jasa meningkat sampai memilihkan judul, menyediakan data, dan bahkan sampai membuat secara penuh suatu skripsi. Usaha ini hanya bermodalkan yaitu kumpulan skripsi yang mencukupi berbagai bidang studi dan topic, keterampilan mengolah data dan basis data. Mahasiswa tidak perlu mencari data yang diperlukan tinggal memilih data dan membeli, lalu siap diolah. Jadi keterampilan mengumpulkan data telah diambil alih oleh jasa ini. Di internetpun tersedia saran untuk membeli skripsi atau tesis. Peminat tinggal mengunjungi www.skripsiekonomi.com /telusuri di google,akan banyak sekali muncul tinggal memilih dan dapat membeli skripsi dengan judul apapun dengan harga sekitar Rp.800 ribu per skripsi.
Bisnis ini semakin menggiurkan dan menjanjikan karena banyak pejabat, eksekutif, atau pebisnis bahkan selebritis yang mengambil program S3 yang sebenarnya tidak punya waktu atau motivasi belajar untuk merenung atau tidak mempunyai kemampuan menulis sehingga tidak ada cara lain kecuali memanfaatkan jasa semacam ini. Bisnis ini ternyata mempunyai perpustakaan berupa ratusan skripsi, tesis, tetapi hanya di baca di tempat. penyediaan jasa ini berupa (mengetikkan proposal, menyarankan jawaban atas pertanyaan pembimbing, merevisi sampai skripsi disetujui, menjilidkan, dan latihan ujian ). Beberapa pemberi jasa meberi garansi “DI JAMIN SAMPAI LULUS”. Konon tarif untuk pembuatan skripsi berkisar antara Rp.1 sampai Rp.5 juta. Untuk tesis, harga dapat mencapai Rp.2 juta sampai dengan 6 juta. Pemberi jasa kebanyakan adalah lulusan S2 bahkan S3 perguruan tinggi terkenal. Salah satu pemberi jasa mengakui bahwa penghasilan sebulan kadang-kadang dapat mencapi lebih dari Rp.10 juta. Hal ini merupakan daya tarik menjamurnya bisnis ini.
Ketika ditanya apakah jasa semacam itu tidak menimbulkan hal yang kurang baik dan etis dalam konteks pendidikan nasional dan tujuan penulisan skripsi, seorang pemberi jasa yang cukup professional mengatakan : “Nyatanya banyak yang datang ke saya dan tidak ada peraturan yang melarang. Semuanya sah-sah saja.karena tidak meaggar hukum”
Seorang pengguna jasa yang telah lulus sebagai seorang sarjana mengakui : “Saya memang menggunakan jasa konsultan karena mudah ditemui dan dihubungi. Konsultasinya juga enak dan lebih baik dari dosen pembimbing saya. Dosen saya sering tidak membaca proposal saya dan sulit ditemui. Dosen juga tidak membimbing dengan baik dan jelas sehingga saya bingung apa yang harus saya kerjakan dan dimana kekurangan skripsi saya. Setelah saya konsultasi dengan jasa pembimbingan, saya mendapat pengarahan yang baik. Saya juga belajar banyak dari pemberi jasa. Setelah saya ajukan ke dosen pembimbing, ternyata dosen saya terkesan dan mengACC skripsi saya”.
Mahasiswa pengguna jasa yang masih menyusun skripsi mengatakan : “Mengapa harus repot-repot nulis skripsi. Yang penting jadi dan lulus karena toh skripsi tidak dibutuhkan dalam pekerjaan. Banyak PT yang tidak mencantumkan dalam persyaratannya, kebanyakan hanya mencantumkan ijazah trakhir dan nilai atau IPK, itu menandakan skripsi tidak terlalu penting dalam dunia pekerjaan”.
Para dosen yang diminta tanggapan mengenai hal ini menyatakan bahwa mereka tidak mempunyai cara untuk mengecek apakah skripsi merupakan hasil pekerjaan penyontek atau hasil pembimbingan komersial. Pokoknya, kalau mahasiswa dapat menjelaskan dengan baik apa yang ditulisnya para dosen sudah cukup puas dengan skripsi tersebut. Seorang dosen menyatakan : “Saya sendri tidak setuju adanya skripsi. Skripsi hanya membebani dosen. Yang realistik saja, saya tidak mungkin membimbing 5-10 mahasiswa dalam satu semester dan kalau tidak selesai dalam satu semester pekerjaan makin menumpuk. Karena dipaksakan, akhirnya apapun yang diajukan mahasiswa saya setujui saja jadi yang di bahas dalam skripsi bisa saja tidak baik”.
Pihak Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atau yang berwenang bersikap. Mengenai fenomena ini dan masih dianggap wajar sehingga mereka tidak perlu gegabah mengenai masalah ini. Mereka tampaknya bersikap “Wait and see”.
Diskusi :

a.Siapa sajakah pihak yang berkepentingan atau stakeholders (pemegang pancang) dalam kasus di atas (baik eksplisit maupun implisit)?
Jawab :
Pihak Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atau yang berwenang dan Menteri Pendidikan Nasional, pengguna jasa, pemilik jasa, mahasiswa dan pemerintah.
Secara eksplisit adalah Pihak Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dan Menteri Pendidikan Nasional.
Secara implisit adalah Mahasiswa.

b.Evaluasi argumen tiap pihak yang terlibat, dari prinsip atau teori hak (right), keadilan (justice), utilitarianisma (utilitarianism), egoism (egoism), dan kelukaan (harm).
Jawab :
Pemberi jasa : seharusnya mereka jangan menjual skripsi kepada mahasiswa tapi mereka seharusnya memberikan saran tentang isi skripsi saja karena bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing kepada mahasiswa waktunya terbatas jadi kalau untuk sharing ya tidak apa-apa..
Pengguna jasa: sebaiknya lebih menggali wawasan ilmu tentang isi skripsi yang disusun dari pemberi jasa.

Dari seorang mahasiswa berfikirlah secara kritis bahwa jasa tersebut merupakan suatu yang salah karena bukan hasil tulisan kita sendiri.
Dari pihak mahasiswa:
Teori Hak
Setiap mahasiswa memiliki hak untuk menggunakan jasa bimbingan atau konsultasi skripsi.
Teori keadilan
Tidak adil bagi mahasiswa yang mengerjakan skripsi dengan pikiran mereka sendiri(tidak mau menggunakan jasa konsultasi skripsi tersebut).
Dari pihak dosen:
Teori hak
Dosen tidak memiliki hak untuk mengecek apakah skripsi itu hasil pembimbingan komersial atau bukan, asalkan mereka dapat menjelaskan dengan baik apa yang ditulisnya para dosen sudah puas dengan skripsi tersebut.
Pihak pemberi jasa
Teori hukum
Bagi mereka pemberi jasa,bisnis ini” sah-sah saja” selama itu tidak illegal dan tidak melanggar hukum.

Prinsip Teori hak : hak setiap orang untuk membuat skripsi dengan cara membeli.
Prinsip Keadilan : Adil bagi pembuat atau jasa skripsi dan orang yang membeli saling menguntugkan.
Prinsip egoisme : mereka yang membuat dan membeli sangat egois tidak mementingkan diri sendiri.sedangkan dosen pembimbing susah payah untuk menjadi pembimbinng.
Prinsip kelukaan : Jasa mengerjakan skripsi menguntungkan karena dapat pembayaran setimpal dengan kerjaannya, sedangkan yang membeli merugikan karena hali itu membodohkan diri sendiri dan bukan hasil tulisan sendiri..

c.Setujukah anda dengan peryataan tiap pihak dalam kasus? Dapatkah tiap pihak dikatakan bersikap tidak etis?
Jawab :
Setuju,
Menurut saya etis-etis saja karena mereka tidak melanggar hukum, nyatanya banyak juga yang melakukan bisnis seperti ini diluar sana. Karena bisbnis ini cukup menggiurkan.
Kalau saya antara setuju dan tidak, setujunya didalam perusahaan dimana tujuan dalam pendidikan bertahun-tahun adalah bekerja setiap perusahaan hanya membutuhkan skill kita dan ijasah yang pastinya. Tidak setujunya apabila jasa tersebut terus ada generasi penerus akan selalu bodoh. karena melecehkan atau mencemarkan dunia pendidikan nasional.
Tidak, bisa saja dikatakan tidak etis jika tujuannya bukan mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kualitas pendidikan.
d.Masalah etis apa saja yang dapat ditimbulkan oleh adanya jasa konsultasi skripsi?
Jawab :
Jasa konsultasi skripsi sedikit memiliki masalah etis, seperti memberikan pengarahan kepada konsumen dan memberikan solusi yang tepat demi terselesainya skripsi atau tesis. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dan dapat membuat orang menjadi malas.
Dapat memperburuk mental bangsa.
e.Haruskan jasa pembimbingan/konsultasi skripsi dilarang? Jelaskan argument anda dari sudut pandang etika.
Jawab :
Menurut saya tidak.. karena jasa pembimbingan/konsultasi ini adalah sebuah bisnis yang banyak orang yang membutuhkan jasa ini¸ bagi mereka yang kuliah sambil kerja dan banyak kesibukan sehingga tidak dapat menyelesaikan skripsinya. jadi etis didalam dunia bisnis karena asal tidak melanggar hukum ya etis dan semuanya sah-sah saja.
Tidak perlu dilarang karena konsultasi skripsi itu perlu selain bimbingan dari dosen, asal kita tidak dikasih skripsi orang lain.
Saya sangat setuju dengan pendapat “What is legal is ethical” (asal tidak melanggar hukum ya etis) karena dalam hal berbinispun harus ada etika bisnis yang tidak bertentangan dengan hukum yang ada saat ini.
Tidak harus, kerena jika dilihat dari sudut pandang etika jasa konsultasi skripsi dapat memberikan pengarahan dan solusi yang tepat, selain itu dapat memperlancar dalam pembuatan skripsi dalam hal ini komunikasi dengan jasa konsultasi lebih mudah mengungkapkan ide dapat dapat dimengerti oleh pengguna jasa. Jasa konsultasi harus mempunyai visi dan misi yang jelas maksudnya tidak hanya sekedar instans membantu dalam waktu cepat, tetapi menambah wawasan pengguna jasa tentang skripsi atau tesis yang disusun, agar pengguna dapat menjawab pertanyaan yang diajukan dosen pembimbing.
Harus dilarang, jika jasa konsultasi skripsi secara instans membantu skripsi misalnya dapat menerima jadi cepat dan langsung dikirim kepada pengguna jasa, selain itu membajak skripsi yang ada sehingga dapat membuka perpustakaan sendiri khusus. Itu sama saja tidak mencapai tujuan yang mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kualitas pendidikan. Selain itu, dilarang jika tidak memiliki legalitas yang jelas dari pemerintah.
f.Bagaimana pandangan anda terhadap prinsip etika bisnis “What is legal is ethical” (asal tidak melanggar hukum ya etis).
Jawab :
Saya setuju dengan prinsip etika bisnis yang mengatakan “What is legal is ethical” (asal tidak melanggar hukum ya etis).
Pandangan saya adalah bahwa suatu bisnis itu bertujuan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya asal tidak melanggar hukum.

tugas kelompok etika bisnis

TUGAS KELOMPOK
ETIKA BISNIS

Nama :

1. Mariyah (10206587)

2. Nita Asyifa A. (10206682)

3. Tri Purwanti (10206984)

Kelas : 4EA01

Universitas Gunadarma

2009

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di Indonesia tampaknya masalah penerapan etika perusahaan yang lebih intensif masih belum dilakukan dan digerakan secara nyata. Pada umumnya baru sampai tahap pernyataan-pernyataan atau sekedar lips-service belaka. Karena memang enforcement dari pemerintah pun belum tampak secara jelas.

Sesungguhnya Indonesia harus lebih awal menggerakan penerapan etika bisnis secara intensif terutama setelah tragedi krisis ekonomi tahun 1998. Sayangnya bangsa ini mudah lupa dan mudah pula memberikan maaf kepada suatu kesalahan yang menyebabkan bencana nasional sehingga penyebab krisis tidak diselesaikan secara tuntas dan tidak berdasarkan suatu pola yang mendasar. Sesungguhnya penyebab utama krisis ini, dari sisi korporasi, adalah tidak berfungsinya praktek etika bisnis secarabenar, konsisten dan konsekwen.

Praktek penerapan etika bisnis yang paling sering kita jumpai pada umunya diwujudkan dalam bentuk buku saku ;code of conducts; atau kode etik dimasing-masing perusahaan. Hal ini barulah merupakan tahap awal dari praktek etika bisnis yakni mengkodifikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis bersama-sama corporate-culture atau budaya perusahaan, kedalam suatu bentuk pernyataan tertulis dari perusahaan untuk dilakukan dan tidak dilakukan oleh manajemen dan karyawan dalam melakukan kegiatan bisnis.

Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal) tidak tergantung pada kedudukani individu ataupun perusahaan di masyarakat.

Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan ;grey-area; yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.

Menurut Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988) yang berjudul Managerial Ethics Hard terdapat tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika kita :

· Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensi nya. Oleh karena itu dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.

· Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuan nya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.

· Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat ini? Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen.

Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.

BAB II

ISI

2.1 Pengertian Etika Bisnis

Pengertian etika berbeda dengan etiket. Etiket berasal dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama menusia. Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama.

Etika merupakan filsafat / pemikiran kritis dan rasional mengenal nilai dan norma moral yg menentukan dan terwujud dalam sikap dan pada perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok.(sebuah ilmu : pengejawantahan secara kritis ajaran moral yang dipakai).

Mempraktikkan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan tata cara bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum — sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih, tidak menyalah gunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain.

Dengan kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.

2.2 Pelanggaran Etika Bisnis

Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.

Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi. Dengan kata lain, etika bisnis untuk mengontrol bisnis agar tidak tamak. Bahwa itu bukan bagianku. Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.

Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral.

Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.

Ketika ekonomi Indonesia tumbuh pesat dalam sepuluh tahun terakhir, banyak pendatang baru di bisnis. Ada pedagang yang menjadi bankir. Banyak juga pengusaha yang sangat ekspansif di luar kemampuan. Mereka berlomba membangun usaha konglomerasi yang keluar dari bisnis intinya tanpa disertai manajemen organisasi yang baik. Akibatnya, pada saat ekonomi sulit banyak perusahaan yang bangkrut.

Pelanggaran etik bisnis di perusahaan memang banyak, tetapi upaya untuk menegakan etik perlu digalakkan. Misalkan, perusahaan tidak perlu berbuat curang untuk meraih kemenangan. Hubungan yang tidak transparan dapat menimbulkan hubungan istimewa atau kolusi dan memberikan peluang untuk korupsi.

Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran, terutama dalam kinerja keuangan perusahaan karena tidak lagi membudayakan etika bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik. Sementara itu hampir 61.9% dari 21 perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak lengkap menyampaikan laporan keuangannya (not avaliable).

Tingkat perhatian perusahaan terhadap perilaku etis juga sangat menentukan karena dalam jangka panjang bila perusahaan tidak concern terhadap perilaku etis maka kelangsungan hidupnya akan terganggu dan akan berdampak pula pada kinerja keuangannya.

Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis. Segala kompetensi, keterampilan, keahlian, potensi, dan modal lainnya ditujukan sepenuhnya untuk memenangkan kompetisi.

”Pelanggaran etika perusahaan terhadap pelanggannya di Indonesia merupakan fenomena yang sudah sering terjadi. Contoh terakhir adalah pada kasus Ajinomoto. Kehalalan Ajinomoto dipersoalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Desember 2000 setelah ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes tebu (molase), mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan bakteri), yang merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap biokatalisator porcine yang berasal dari pankreas babi,”.

Kasus lainnya, terjadi pada produk minuman berenergi Kratingdeng yang sebagian produknya diduga mengandung nikotin lebih dari batas yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan Minuman. ”Oleh karena itu perilaku etis perlu dibudayakan melalui proses internalisasi budaya secara top down agar perusahaan tetap survive dan dapat meningkatkan kinerja keuangannya,”.

Pengaruh budaya organisasi dan orientasi etika terhadap orientasi strategik secara simultan sebesar 65%. Secara parsial pengaruh budaya organisasi dan orientasi etika terhadap orientasi strategik masing-masing sebesar 26,01% dan 32,49%. Hal ini mengindikasikan bahwa komninasi penerapan etika dan budaya dapat meningkatkan pengaruh terhadap orientasi strategik. ”Hendaknya perusahaan membudayakan etika bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik. Salah satu persyaratan bagi penerapan orientasi strategik yang inovatif, proaktif, dan berani dalam mengambil risiko adalah budaya perusahaan yang mendukung,”.

Dari mana upaya penegakkan etika bisnis dimulai? Etika bisnis paling gampang diterapkan di perusahaan sendiri. Pemimpin perusahaan memulai langkah ini karena mereka menjadi panutan bagi karyawannya. Selain itu, etika bisnis harus dilaksanakan secara transparan. Pemimpin perusahaan seyogyanya bisa memisahkan perusahaan dengan milik sendiri. Dalam operasinya, perusahaan mengikuti aturan berdagang yang diatur oleh tata cara undang-undang.

Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sangsi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sangsi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan.

2.3 Contoh Pelanggaran Etika Bisnis

2.3.1 Carrefour Diminta Tinggalkan Palembang Square

BERITA - nasional.infogue.com - Carrefour diminta segera meninggalkan tempat sewanya di Palembang Square (PS) Mall, Jalan Angkatan 45, Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel). Hipermarket itu dinilai telah melanggar perjanjian sewa-menyewa dengan PT Bayu Jaya Lestari Sukses (BJLS).


"Berdasarkan perjanjian sewa-menyewa atau Lease Agreement Carrefour dengan PT BJLS pada 15 Desember 2003, Careffour telah melanggar pasal 7.7 dan 7.8,\" kata Suharyono, SH, kuasa hukum PT BJLS, kepada pers di Palembang, Rabu (09/09/2009).


Dijelaskan Suharyono, pada pasal 7.7 dijelaskan sewa-menyeewa tetap berlangsung selama pihak penyewa yakni Carrefour tidak melanggar etika dan standard bisnis yang berlaku, dan pasal 7.8 menjelaskan pihak pemilik tempat dapat memutuskan hubungan sewa-menyewa apabila pihak penyewa (Carrefour) melanggar pasal 7.7.


"Nah, berdasarkan keputusan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) Carrefour telah terbukti melakukan pelanggaran bisnis atau melanggar UU No.5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha. Keputusan KPPU itu No.2 Tahun 2005 lalu,\" kata Suharyono.



Lalu, keputusan KPPU itu diperkuat oleh keputusan Mahkamah Agung (MA) No.1 Tahun 2006.

Salah satu hal yang telah dilanggar Carreforur, kata Suharyono, yakni mewajibkan para penyalur barang ke mereka harus menjual dengan harga terendah. Apabila mereka menjualnya dengan harga lebih tinggi, pihak Carrefour akan memotongnya.


"Itu kan merusak persaingan bisnis, dan mematikan pedagang kecil. Mereka saja yang untung,\" katanya.

"Kita mendesak Carrefour meninggalkan lokasi sewanya berdasarkan fakta hukum itu. Sebab perilaku bisnis Carrefour telah merugikan para pedagang kecil, menyusahkan banyak orang,\" kata Suharyono.


\"Kalau kita tidak mengindahkan keputusan hukum itu, sama saja kita mendukung sebuah pelanggaran hukum yang merugikan rakyat Indonesia,\" tambahnya.


Di sisi lain, lanjut Suharyono, pihaknya tidak menolak adanya investor asing berusaha di Indonesia. \"Tapi itu juga berarti investor asing boleh juga melakukan pelanggaran hukum? Kan tidak.”

Beberapa waktu lalu, terhadap desakan ini, sejumlah karyawan Careffour di Palembang Square Mall itu berunjukrasa ke DPRD Sumsel. Mereka menuntut penyelesaian permasalahan perusahaan swalayan itu dengan pemilik gedung, apalagi mereka terancam menganggur apabila Carrefour meninggalkan lokasi sewa tersebut.


Mengenai persoalan tenaga kerja ini, kata Suharyono, merupakan solusi yang dapat dibicarakan dengan pihak pemerintah. \"Bukan hitung-hitungan. Karyawan itu kan jumlah ratusan, tapi pelanggaran yang dilakukan Careffour telah merugikan rakyat Indonesia yang lebih luas, khususnya para pedagang kecil,\" kilahnya.


\"Buktinya itu berdasarkan keputusan KPPU yang diperkuat keputusan MA. Keputusan itu juga berdasarkan gugatan sejumlah para pedagang kecil atau distributor,\" imbuh Suharyono.

2.3.2 Ada Bukti Carrefour Melanggar Peraturan?

Jumat, 27 Maret 2009 | 14:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengaturan soal syarat perdagangan (trading term) sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 53 Tahun 2008 mulai bergigi. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan bukti awal pelanggaran peritel asal Perancis, Carrefour.

Saat ini, KPPU sudah membentuk tim investigasi untuk menindaklanjuti laporan pelanggaran Carrefour. "Kami akan melakukan penyelidikan dan investigasi dalam waktu 30 hari," kata Ketua KPPU Benny Pasaribu, Kamis (26/3).

Dari laporan yang masuk ke KPPU, pelanggaran Carrefour terhadap ketentuan trading term menyangkut penentuan besaran potongan harga tetap (fixed rebate), potongan harga khusus (conditional rebate), dan biaya pendaftaran barang (listing fee). Praktik Carrefour ini merugikan pemasok. "Kami punya bukti Carrefour meminta terlalu banyak pada pemasok," kata Benny.

Direktur Urusan Korporat Carrefour Indonesia Irawan D Kadarman menyatakan, ia belum mendapat pemberitahuan KPPU mengenai pelanggaran trading term. "Belum ada surat resmi," katanya. Sebaliknya, para pemasok menyambut baik langkah KPPU. Ketua Asosiasi Pemasok Pasar Modern (AP3MI) Susanto mengungkap laporan dari anggotanya. "Carrefour masih mengenakan fixed rebate 7,5 persen. Seharusnya itu hanya 1 persen," tandasnya.

Susanto juga membeberkan fakta lain. Setelah mengakuisisi Alfa, manajemen Carrefour juga mengenakan biaya pembukaan gerai baru, biaya remodeling fee, kenaikan biaya promosi, serta joining fee dahulu ke pemasok. "Biaya pembukaan gerai mulai Rp 200 juta sampai Rp 2 miliar untuk setiap pemasok, langsung dipotong dari penjualan barang," ujarya.

Selain Carrefour, Giant juga jadi sasaran tudingan. "Giant masih mengenakan listing fee pada pemasok berstatus usaha kecil menengah (UKM)," tegas Ketua Umum Forum Kemitraan Usaha Pangan Indonesia Deden Arfianto. Sugianto Wibawa, Direktur Operasional PT Hero Supermarket, membantah tuduhan itu. "Kami sudah menjalankan aturan. Kami tak mengenakan listing fee ke UKM," katanya. (Azis Husaini/Kontan)

2.3.3 Pasca akuisisi atas Alfa Retailindo pangsa pasar Carrefour melejit 66,73%

JAKARTA - Pasca akuisisi Carrefour atas Alfa Retailindo, pangsa pasarnya melejit jadi 66,73%. Berdasarkan UU no 5 tahun 1999, hal ini bisa dimasukkan dalam monopoli.”Pangsa pasar upstream-nya lebih besar dari 50%, meningkat luar biasa,” kata Direktur Komunikasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha A Junaidi di Jakarta, Kamis (2/4).

Sementara downstream pasar ritel Carrefour juga meningkat dari 37,98% jadi 48,38%. Berdasarkan dua kriteria pasar ini, PT Carrefour Indonesia diduga melakukan pelanggaran UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Menurut Junaidi, perkara dugaan monopoli dilaporkan 11 Maret lalu dan diperkarakan sejak 31 Maret lalu, selanjutnya kasus ini dikaji selama 30 hari sepanjang April ini. Kasus pelaporan tersebut merupakan indikasi awal pelanggaran PT Carrefour atas pasal 17 ayat (1) jo pasal 25 UU No.5/2009.

Tim pemeriksa terdiri atas Dedie S. Martadisastra, Tadjuddin Noer Said, dan Sukarmi. Mereka akan menangani perkara melalui proses pemeriksaan pendahuluan yang dijadwalkan berakhir 12 Mei 2009. ”Dimungkinkan adanya pengawasan perubahan perilaku apabila terlapor mengakui penyimpangan. Nanti tim akan menentukan apa perubahan perilaku tersebut,” katanya.

Junaidi mengatakan, pada prinsipnya, penanganan perkara mengacu pada peraturan komisi No.1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara. Dikatakannya, hal ini bukan substansi baru. Sebelumnya dugaan monopoli Carrefour sudah diputus pada Putusan No.2/KPPU-L/2005.

KPPU mengimbau selama masa evaluasi 30 hari, berbagai pihak dan instansi serta masyarakat memberikan saran dan pandangannya terhadap keberadaan hukum persaingan dan menaati penegakan hukum persaingan. ”Ini bukan untuk membela ritel nasional atau pasar tradisional tetapi mengenai penegakan hukum persaingan usaha,” kata Junaidi.

Commissioner KPPU, Didik Akhmadi mengatakan, dengan menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis jasa dikhawatirkan bisa mengatur penyaluran barang dan jasa. Sampai saat ini, kasus monopoli seperti ini baru yang pertama dilakukan pemeriksaan. Sebelumnya kasus yang ditangani adalah masalah trading term.

Siap Menghadapi

Sementara PT Carrefour Indonesia mengaku siap menghadapi perkara kasus akuisisinya terhadap PT Alfa Retailindo yang diajukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Namun Carrefour menyesalkan tindakan KPPU yang mengumumkan kasus ini ke publik tanpa mengklarifikasi terlebih dulu.

”Kita menyesalkan KPPU sudah mengumumkannya ke publik melalui media masa tanpa adanya pemberitahuan resmi ke Carrefour. Tapi kami siap menghadapinya,” kata Corporate Affairs Director PT Carrefour Indonesia Irawan D Kadarman.

Menanggapi tuduhan ini, Irawan menyatakan pihaknya sudah memberitahu sejumlah otoritas saat akan melakukan akuisisi Alfa Retailindo.”Terkait akuisisi Alfa Retailindo yang supermarket, kita sudah memberitahukan otoritas yang berwenang. Ada Bapepam, BKPM, Menteri Perdagangan bahkan kami juga menulis surat ke KPPU,” katanya.

Ia pun menampik dugaan bahwa akuisisi tersebut merupakan langkah Carrefour untuk mendominasi persaingan bisnis ritel di Indonesia. ”Market share kami setelah akuisisi itu menjadi sekitar 7%. Itu berdasarkan studi The Nielsen Company. Jadi tuduhan monopoli itu tidak tepat,” katanya.

Sementara, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tumtum Rahananta mengatakan, pihaknya sebagai asosiasi tidak mengetahui dengan pasti proses akuisisi tersebut. Malah Tumtum menyebut, sampai saat ini belum ada aturan baku kondisi seperti apa satu bidang usaha dikatakan melakukan monopoli. ”Tidak jelas apa dasarnya. Apakah dari jumlah item, jumlah outlet atau bahkan pangsa pasarnya. Itu yang harus dibeberkan oleh KPPU,” katanya

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Carrefour telah melanggar etika dalam berbisnis itu dapat dilihat sebagai berikut :

  1. Hal yang telah dilanggar Carrefour yaitu mewajibkan para penyalur barang harus menjual dengan harga terendah.
  2. Bila penyalur barang menjual dengan harga tinggi pihak Carrefour akan memberhentikan penyaluran barang dari pemasok tersebut.
  3. Pelanggaran yang dilakukan Carrefouer terhadap ketentuan trading term menyangkut penentuan besaran potongan harga, potongan harga khusus, dan biaya pendaftaran barang hal ini akan merugikan pihak pemasok.
  4. Setelah akuisisi Carrefour atas Alfa Retailindo pangsa pasarnya melejit jadi 66,73% berdasarkan UU no 5 tahun 1999 hali ini di masukkan dalam monopoli.

3.2 Saran :

Tingkat perhatian perusahaan terhadap perilaku etis juga sangat menentukan karena dalam jangka panjang bila perusahaan tidak concern terhadap perilaku etis maka kelangsungan hidupnya akan terganggu dan akan berdampak pula pada kinerja keuangannya.

Sumber :

1. http://nasional.infogue.com/carrefour_diminta_tinggalkan_palembang_square

2. KPPU Perkaran Carrefour
Jumat, 3 April 2009 | 09:38 WIB Pasca akuisisi atas Alfa Retailindo pangsa pasar Carrefour melejit 66,73% JAKARTA

http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=9dd39546e77951471a411d0b3fdedec8&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c&PHPSESSID=acff3c15955f209ae1ae203fed2470e7

3. http://erikarianto.wordpress.com/2008/01/05/etika-bisnis/

4. Jumat, 27 Maret 2009 | 14:25 WIB JAKARTA, KOMPAS.com

http://oase.kompas.com/read/xml/2009/03/27/14253635/ada.bukti.carrefour.melanggar.peraturan